Minggu, 17 April 2016

Akulturasi Budaya Antar Suku dan Budaya Indonesia dengan Barat

Akulturasi Budaya Antar Suku dan Budaya Indonesia Dengan Barat

Akuturasi adalah perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan damai dan serasi. Contohnya, perpaduan kebudayaan antara Hindu-Budha dengan kebudayaan Indonesia, dimana perpaduan antara dua kebudayaan itu tidak menghilangkan unsur – unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut.Oleh karena itu, kebudayaan Hindu-Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima begitu saja.
Hal ini disebabkan:
Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi, sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
Kecakapan istimewa. Bangsa Indonesia memiliki apa yang disebut dengan istilah local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
1.    Akulturasi Budaya Antar Suku di Indonesia
Hasil akulturasi budaya ditentukan oleh kekuatan dari setiap budaya. Semakin kuat suatu budaya maka akan semakin cepat penyebarannya. Adanya berbagai suku bangsa yang terdapat di Indonesia, secara alami akan terjadi pertemuan dua budaya atau lebih. Dalam proses akulturasi, semua perbedaan yang ada akan berjalan beriringan dengan semua unsur persamaan yang mereka miliki sampai pada akhirnya budaya yang memiliki pengaruh lebih kuat akan berperan besar dalam proses akulturasi.
Dalam perkembangannya, ada tiga periode akulturasi yang terjadi di Indonesia ini.
Periode Awal (Abad 5-11 Masehi)
Pada periode ini, unsur Hindu-Budha sangat kuat dan lebih terasa sangat menonjol sedangkan unsur/ciri-ciri kebudayaan Indonesia sendiri menjadi terdesak. Terbukti dengan banyak ditemukannya berbagai macam patung dewa, diantaranya adalah Brahma, Siwa, Wisnu dan Budha yang tersebar di kerajaan-kerajaan seperti Tarumanegara, Kutai dan Mataram Kuno.
Periode Pertengahan (Abad 11-16 Masehi)
Pada periode pertengahan ini unsur Hindu-Budha dan Indonesia sudah mulai berimbang. Hal tersebut disebabkan karena unsur Hindu-Budha mulai melemah sedangkan unsur budaya Indonesia kembali menonjol sehingga kemudian menyebabkan munculnya sebuah sinkretisme (perpaduan antara dua atau lebih aliran budaya). Hal ini bisa kita lihat pada peninggalan zaman kerajaaan yang ada di Jawa Timur seperti Kediri, Singasari dan Majapahit. Di Jawa Timur sendiri telah lahir aliran Tantrayana, yaitu suatu aliran religi yang merupakan sebuah sinkretisme dari kepercayaan Indonesia asli dengan agama Hindu-Budha.
Periode Akhir (Abad 16-sekarang)
Pada periode ini, unsur budaya Indonesia menjadi lebih kuat dibandingkan dengan periode sebelumnya, sedangkan unsur budaya Hindu-Budha menjadi semakin surut karena perkembangan politik dan ekonomi di India yang tidak stabil.
Untuk lebih memahami wujud budaya yang sudah mengalami proses akulturasi (Islam dan Hindu-Budha di Indonesia) dapat kita simak dalam uraian berikut ini:
Seni bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Untuk lebih jelasnya silahkan anda simak gambar 1 berikut ini.
Masjid Menara Kudus atau disebut juga dengan masjid Al-Aqsa dan Al-Manar, merupakan sebuah bukti akulturasi budaya yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 956 Hijriah atau 1549 Masehi.

Seni rupa

Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian.
Aksara dan seni sastra
Tersebarnya agama Islam di Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti halnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran dan gambar wayang.


Bentuk seni sastra:

Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton dan sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan lain sebagainya.
Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.

Sistem Pemerintahan

Dalam pemerintahan, sebelum masuknya Islam ke Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu-Budha. Tapi setelah Islam masuk, banyak kerajaan yang bercorak Hindu-Budha mengalami keruntuhan dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Malaka, Demak dan lain sebagainya. Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.

Sistem Kalender

Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal kalender, yaitu kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dimana dalam kalender Saka terdapat nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam di Indonesia, sultan agung dari Mataram membuat kalender Jawa, menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Pada kalender Jawa, sultan agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Tapi masih tetap menyertakan hari pasaran pada kalender saka. Kalender sultan agung ini dimulai pada tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.


2.    Akulturasi Budaya Indonesia dengan Budaya Barat

Panjat pinang

Permainan panjat pinang kerap di jadikan permainan favorit dalam perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, dari tahun ke tahun permainan ini adalah permainan yang paling di tunggu oleh setiap masyarakat, terutama para pemuda yang siap memainkan permainan ini.

Cara permainan panjat pinang ini yaitu sebuah pohon pinang yang tinggi dan batangnya dilumuri oleh pelumas disiapkan oleh panitia perlombaan. Di bagian atas pohon tersebut, disiapkan berbagai hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon yang biasanya pohon pinang.
Tahukah kita?, Panjat pinang berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain.yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi. Hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula, serta pakaian seperti kemeja, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah. sementara orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu.
Panjat pinang dalam budaya Tionghoa
Prosesi panjat pinang ini memang populer di Fujian, Guangdong dan Taiwan berkaitan dengan perayaan festival hantu . Ini dapat dimengerti dari kondisi geografis dikawasan itu yang beriklim sub-tropis, yang masih memungkinkan pinang atau kelapa tumbuh dan hidup. Perayaan ini tercatat pertama kali pada masa dinasti Ming. Lumrah disebut sebagai "qiang-gu". Namun pada masa dinasti Qing, permainan panjat pinang ini pernah dilarang pemerintah karena sering timbul korban jiwa. Sewaktu Taiwan berada di bawah pendudukan Jepang, panjat pinang mulai dipraktekkan lagi di beberapa tempat di Taiwan berkaitan dengan perayaan festival hantu. Panjat pinang masih dijadikan satu permainan tradisi di berbagai lokasi di Taiwan. Tata cara permainan lebih kurang sama, dilakukan beregu, dengan banyak hadiah digantungkan di atas. Namun bedanya tinggi yang harus dipanjat bukan hanya setinggi pohon pinang, namun telah berevolusi menjadi satu bangunan dari pohon pinang dan kayu-kayu yang puncaknya bisa sampai 3-4 tingkat bangunan gedung. Untuk meraih juara pertama, setiap regu harus memanjat sampai puncak untuk menurunkan gulungan merah yang dikaitkan di sana

Sumber    :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar