Akuturasi adalah perpaduan antara kebudayaan yang berbeda
yang berlangsung dengan damai dan serasi. Contohnya, perpaduan kebudayaan
antara Hindu-Budha dengan kebudayaan Indonesia, dimana perpaduan antara dua
kebudayaan itu tidak menghilangkan unsur – unsur asli dari kedua kebudayaan
tersebut.Oleh karena itu, kebudayaan Hindu-Budha yang masuk ke Indonesia tidak
diterima begitu saja.
Hal ini disebabkan:
Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan
yang cukup tinggi, sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah
perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
Kecakapan istimewa. Bangsa Indonesia memiliki apa yang
disebut dengan istilah local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk
menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia.
1.
Akulturasi
Budaya Antar Suku di Indonesia
Hasil akulturasi budaya ditentukan oleh kekuatan dari
setiap budaya. Semakin kuat suatu budaya maka akan semakin cepat penyebarannya.
Adanya berbagai suku bangsa yang terdapat di Indonesia, secara alami akan
terjadi pertemuan dua budaya atau lebih. Dalam proses akulturasi, semua
perbedaan yang ada akan berjalan beriringan dengan semua unsur persamaan yang
mereka miliki sampai pada akhirnya budaya yang memiliki pengaruh lebih kuat
akan berperan besar dalam proses akulturasi.
Dalam perkembangannya, ada tiga periode akulturasi yang
terjadi di Indonesia ini.
Periode Awal (Abad 5-11 Masehi)
Pada periode ini, unsur Hindu-Budha sangat kuat dan lebih
terasa sangat menonjol sedangkan unsur/ciri-ciri kebudayaan Indonesia sendiri
menjadi terdesak. Terbukti dengan banyak ditemukannya berbagai macam patung
dewa, diantaranya adalah Brahma, Siwa, Wisnu dan Budha yang tersebar di
kerajaan-kerajaan seperti Tarumanegara, Kutai dan Mataram Kuno.
Periode Pertengahan (Abad 11-16 Masehi)
Pada periode pertengahan ini unsur Hindu-Budha dan
Indonesia sudah mulai berimbang. Hal tersebut disebabkan karena unsur
Hindu-Budha mulai melemah sedangkan unsur budaya Indonesia kembali menonjol
sehingga kemudian menyebabkan munculnya sebuah sinkretisme (perpaduan antara
dua atau lebih aliran budaya). Hal ini bisa kita lihat pada peninggalan zaman
kerajaaan yang ada di Jawa Timur seperti Kediri, Singasari dan Majapahit. Di
Jawa Timur sendiri telah lahir aliran Tantrayana, yaitu suatu aliran religi
yang merupakan sebuah sinkretisme dari kepercayaan Indonesia asli dengan agama
Hindu-Budha.
Periode Akhir (Abad 16-sekarang)
Pada periode ini, unsur budaya Indonesia menjadi lebih kuat
dibandingkan dengan periode sebelumnya, sedangkan unsur budaya Hindu-Budha
menjadi semakin surut karena perkembangan politik dan ekonomi di India yang
tidak stabil.
Untuk lebih memahami wujud budaya yang sudah mengalami
proses akulturasi (Islam dan Hindu-Budha di Indonesia) dapat kita simak dalam
uraian berikut ini:
Seni
bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada
bangunan masjid, makam, istana. Untuk lebih jelasnya silahkan anda simak gambar
1 berikut ini.
Masjid Menara Kudus atau disebut juga dengan masjid Al-Aqsa
dan Al-Manar, merupakan sebuah bukti akulturasi budaya yang dibangun oleh Sunan
Kudus pada tahun 956 Hijriah atau 1549 Masehi.
Seni
rupa
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau
hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran
tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni
logam), agar didapat keserasian.
Aksara
dan seni sastra
Tersebarnya agama Islam di Indonesia maka berpengaruh
terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan
Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan
istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa
Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti halnya tulisan
Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang
banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran dan gambar wayang.
Bentuk
seni sastra:
Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari
peristiwa atau tokoh sejarah. Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001
Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama
(Hindu).
Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton dan sering
dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno),
Babad Cirebon.
Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf
contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan lain
sebagainya.
Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk
karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan
hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra di atas, banyak berkembang di Melayu dan
Pulau Jawa.
Sistem
Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum masuknya Islam ke Indonesia,
sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu-Budha. Tapi setelah Islam
masuk, banyak kerajaan yang bercorak Hindu-Budha mengalami keruntuhan dan
digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti
Samudra Pasai, Malaka, Demak dan lain sebagainya. Sistem pemerintahan yang
bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan
apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi
dimakamkan secara Islam.
Sistem
Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat
Indonesia sudah mengenal kalender, yaitu kalender Saka (kalender Hindu) yang
dimulai tahun 78M. Dimana dalam kalender Saka terdapat nama-nama pasaran hari
seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam di
Indonesia, sultan agung dari Mataram membuat kalender Jawa, menggunakan
perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Pada
kalender Jawa, sultan agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti
Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan
nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Tapi
masih tetap menyertakan hari pasaran pada kalender saka. Kalender sultan agung
ini dimulai pada tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H
yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
2.
Akulturasi
Budaya Indonesia dengan Budaya Barat
Panjat
pinang
Permainan
panjat pinang kerap di jadikan permainan favorit dalam perayaan Hari
Kemerdekaan Indonesia, dari tahun ke tahun permainan ini adalah permainan yang
paling di tunggu oleh setiap masyarakat, terutama para pemuda yang siap
memainkan permainan ini.
Cara
permainan panjat pinang ini yaitu sebuah pohon pinang yang tinggi dan batangnya
dilumuri oleh pelumas disiapkan oleh panitia perlombaan. Di bagian atas pohon
tersebut, disiapkan berbagai hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk
mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon yang
biasanya pohon pinang.
Tahukah
kita?, Panjat pinang berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. lomba panjat
pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti
hajatan, pernikahan, dan lain-lain.yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang
pribumi. Hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula,
serta pakaian seperti kemeja, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang
seperti ini termasuk mewah. sementara orang pribumi bersusah payah untuk
memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. tata
cara permainan ini belum berubah sejak dulu.
Panjat
pinang dalam budaya Tionghoa
Prosesi
panjat pinang ini memang populer di Fujian, Guangdong dan Taiwan berkaitan
dengan perayaan festival hantu . Ini dapat dimengerti dari kondisi geografis
dikawasan itu yang beriklim sub-tropis, yang masih memungkinkan pinang atau
kelapa tumbuh dan hidup. Perayaan ini tercatat pertama kali pada masa dinasti
Ming. Lumrah disebut sebagai "qiang-gu". Namun pada masa dinasti
Qing, permainan panjat pinang ini pernah dilarang pemerintah karena sering
timbul korban jiwa. Sewaktu Taiwan berada di bawah pendudukan Jepang, panjat
pinang mulai dipraktekkan lagi di beberapa tempat di Taiwan berkaitan dengan
perayaan festival hantu. Panjat pinang masih dijadikan satu permainan tradisi
di berbagai lokasi di Taiwan. Tata cara permainan lebih kurang sama, dilakukan
beregu, dengan banyak hadiah digantungkan di atas. Namun bedanya tinggi yang
harus dipanjat bukan hanya setinggi pohon pinang, namun telah berevolusi
menjadi satu bangunan dari pohon pinang dan kayu-kayu yang puncaknya bisa
sampai 3-4 tingkat bangunan gedung. Untuk meraih juara pertama, setiap regu
harus memanjat sampai puncak untuk menurunkan gulungan merah yang dikaitkan di
sana
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar