Global Village
Marshall McLuhan
1.
Pengertian Global Village
Marshall McLuhan
mengkonseptualisasikan “global village” yang dimaknai sebagai sebuah proses
homogenisasi jagat sebagai akibat dari kesuksesan system komunikasi secara
keseluruhan. Saat ini, betapa mudahnya orang melakukan komunikasi jarak jauh,
tidak hanya antarkota melainkan antarnegara yang lokasinya sangat berjauhan.
Bahkan, saat ini tidak jarang para petinggi negara mengadakan pertemuan dengan
staf pembantunya (misalnya menteri) melalui teleconference atau konferensi
jarak jauh dengan maksud untuk memantau keadaan atau situasi dalam negeri, baik
keadaan politik maupun ekonomi, dan sebagainya. Demikian pula, komunikasi dapat
dilakukan melalui media internet yang dalam waktu yang relatif singkat, dapat
diperoleh informasi atau berita-berita aktual yang terjadi di belahan penjuru
dunia ini. Itulah gambaran kehidupan saat ini, kehidupan yang serba menglobal
dalam berbagai aspek atau dimensi kehidupan manusia. Inilah yang disebut dengan
globalisasi (globalization).
2.
Makna Global Village
Bukan rahasia lagi
kalau saat ini dunia sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan
masyarakat dan negara. Batas-batas teritorial antarnegara yang sebelumnya
menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam konteks hubungan antarbangsa dan
negara, kini hal itu tidak menjadi kendala yang berarti. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam eskalasi yang tinggi terutama teknologi
informasi, komunikasi, dan transportasi telah menyebabkan batas-batas atau
sekat-sekat geografis antarnegara dan bangsa seolah tak nampak lagi sehingga
memungkinkan merubah pola sikap dan prilaku manusia dapat berubah sehingga
dapat pula berpengaruh bagi tingkat kesehatan pada lapisan Masyarakat , Pantas
kalau banyak pihak mengatakan bahwa kecenderungan kehidupan bangsa dan negara
saat ini mengarah kepada terbentuknya suatu masyarakat global (global
village). Khususnya pada tingkat
kesehatan seluruh lapisan masyarakat.
3.
Proses Global Village
Jalur
Teknologi dan Informasi
Menurut Alwi Dahlan
(1996) bahwa teknologi komunikasi merupakan pendorong utama (push factor)
globalisasi, yang dapat menghasilkan berbagai produk baru yang dapat
mempermudah, mempercepat, dan mempermurah hubungan antarmanusia (human
relation). Dan khususnya kemajuan tehnologi di bidang kesehatan misalnya
alat-alat kedokteran seperti ,EKG, USG, MRI dan sebagainya . Selain itu
Kemajuan teknologi komunikasi tersebut terdapat dalam segala tahap komunikasi;
-semenjak pengiriman pesan (sending the message) (misalnya via pemancar,
pesawat telepon, ponsel, dsb), penyaluran dan penyampaian/distribusi (misalnya
teknologi satelit, seluler, laser, serat optic, dsb), serta penyajian atau
penampilan pesan komunikasi (LCD player, HDTV, TV Plasma, telepon-fax yang
sekaligus berfungsi sebagai foto copy-scanner-printer).
4.
Dampak Positif dan Negatif Global Village
Dampak positif Global
Village antara lain:
1. Mudah memperoleh informasi dan ilmu
pengetahuan dan Kesehatan
2. Mudah melakukan komunikasi antara sesame
tenaga kesehatan
3. Akses ke sarana kesehatan lebih cepat
(mobilitas tinggi)
4. Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
5. Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
6. Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif Global
Village :
1. Informasi yang tidak tersaring
2. Perilaku konsumtif
3. Membuat sikap menutup diri, berpikir
sempit bagi tenaga kesehatan
4. Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku
yang buruk
5. Mudah terpengaruh oleh hal yang berbau
barat
5.
Keputusan mendasar mekanisme social budaya menurut
McLuhan
Problem interaksi
sosial masyarakat kontemporer dalam memanfaatkan ruang bersama (publik) maya
digunakan untuk saling bertukar informasi dan bersosialisasi. Kini penggunaan
alat teknologi komputer dan jaringan sibernetis-nya (cybernetic) sudah semakin
dekat dengan keseharian kita. Orang lebih mudah melakukan transaksi jual beli
melalui internet. Meski demikian, kondisi ini merupakan ciri perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang demikian pesat. Kelanjutan dari
teknologi ini telah menemukan jalurnya yang paling cepat, melesat bak Apollo
yang diluncur ke luar angkasa. Paul Virilio menyebutnya dalam teori The
Dromosphere, yang menjelaskan bahwa dengan kecepatan teknologi dapat
mempersempit ruang gerak masyarakat secara topografik (Virilio, 1991).
Secara sederhana
model percepatan ruang dan waktu yang tak terbatas itu terbuka lebar bagi
siapapun untuk memanfaatkan kecanggihan teknologi media dalam melakukan proses
interaksi dan relasi sosial lainnya. Permulaan ini dilihat saat karya
science-fiction cyberpunk, ‘Neuromancer’ mampu menggambarkan keadaan dunia
virtual melalui ide cerdas William Gibson (1984). Dunia ini tidak lagi
menghadirkan sosok diri kita secara utuh. Dan, Gibson menyebutnya sebagai ‘the
information superhighway’ atau ‘the Matrixs’[4].
Dalam studi akademis,
proyeksi masa depan itu pernah dibuktikan oleh Sherry Turkle. Ia setidaknya
telah memberikan dasar pengetahuan yang cukup menyeluruh pada budaya-tekhno
(technoculture) masyarakat kontemporer dan memperkenalkan sejenis ‘sosiologi
komputer’. Mark Poster mengkajinya lebih dekat kepada persoalan human-machine
relationship yang berasal dari pendapat Gilles Deleuze, Felix Guattari dan
Donna Haraway. Di samping itu, Baudrillard memakai jurus simulakra untuk
memaknai sepak terjang citraan semu yang berpola pada ide reproduksi mekanis
milik Walter Benjamin. Garis besarnya, studi-studi ini bersumber dari gagasan
Marshall McLuhan yang turut memberikan penajaman aspek keterhubungan antara
media, budaya dan masyarakat melalui jenis media (elektronik) dan efek media
yang ditimbulkannya (McLuhan, 1964).
Sejauh pandangan dari
para tokoh postmodernis itu mampu mengamati dan menjelaskan hubungan teknologi
komputer dengan konstruksi imajiner, citra-citra, image yang mengubah
rasionalitas setiap aktor mendorong bentuk keniscayaan yang tak terelakkan di
era cyberculture. Haluan ini perlahan dideteksi sebagai realitas “semu” antara
batas-batas wilayah psikososial menuju pada keteraturan yang homogen dan
integral namun sesungguhnya terfragmentasi.
Dalam Teori Media
Baru, Marshall McLuhan memperkenalkan istilah “Medium is an extension of
man”—medium adalah perpanjangan tangan manusia. Dan, yang paling mendekati dari
pandangan McLuhan adalah mengenai teknologi mekanik (mechanical technology) dan
elektrik, dalam kajian utama tulisan ini berupa internet. Semboyannya yang
paling terkenal adalah “Medium is the message”. Medium atau sarana yang
mempengaruhi manusia, bukan isi (content) apa yang disampaikan. Karakteristik
medium sebenarnya adalah makna dari pesan itu sendiri sedangkan isi pesan
menjadi hal yang ‘nothing’.
‘The medium is the
message’ because it is the medium that shapes and controls the scale and form
of human association and action. The content or uses of such media are as
diverse as they are ineffectual in shaping the form of human association.
Indeed, it is only too typical that the “content” of any medium blinds us to
the character of the medium. It is only today that industries have become aware
of the various kinds of business in which they are engaged.
(McLuhan, 1964: 11)
Di sisi lain, McLuhan
membuat konsep global village atau ‘kampung global’, ia berpendapat bahwa
‘dunia tidak lebih dari sebuah dusun karena diringkas secara elektrik’
(Cavallaro, 2001: 199). Hal ini mencerminkan internet telah membawanya pada
efek kecenderungan homogenisasi budaya akibat teknologi post-industrial. Oleh
karena itu, pemikiran McLuhan juga banyak mencermati bentuk-bentuk efek dari
teknologi mekanik elektrik sehingga pandangannya ini sering disebut
‘determinisme teknologi’.
Teknologi media,
internet berperan dalam proses produksi budaya massa. Artinya ini lebih dekat
pada sebuah industri budaya sebagaimana yang ditunjukkan oleh Adorno dan
Horkheimer bahwa budaya tidak lepas dari ekonomi politik dan produksi
kebudayaan kapitalis. Dalam tataran Cultural Studies, Raymond Williams
berpendapat bahwa kata kebudayaan digunakan dalam dua pengertian, pertama
sebagai keseluruhan cara hidup, dan kedua, untuk menunjuk pada kesenian dan
pembelajaran…“kebudayaan itu adalah hal-hal yang dialami dalam hidup
sehari-hari” (Williams, 1989:4).
Praktik ini terwujud
dari kehidupan para aktifis netter, artinya keberadaan mereka semakin
mengukuhkan adanya budaya digital, kegiatan untuk konsumsi material dan tanda
yang ada dimediasi oleh material. Hal tersebut dapat dicirikan pada aktifitas
masyarakatnya yang massif, karena dipengaruhi kultur industri demi menjaga
produktifitas, efesiensi dan kepraktisan. McLuhan akhirnya berkesimpulan bahwa
masyarakat sekarang sedang mengalami ‘keterputusan fundamental dengan masa
lalu’. Lebih jelas, Mcluhan menyadari bahwa visual, budaya cetak individualistis
cetak akan segara diakhiri apa yang disebut dengan ‘ketergantungan elektronik’
(electronic interdependence).
Kemudian, McLuhan
menjawabnya dalam karya monumental Understanding Media, yaitu tentang bagaimana
media bisa mereproduksi dirinya dan kita mengantisipasi teknologi elektronik
yang hadir, oleh karena itu muncullah apa yang ia sebut dengan ‘implosion’
(ledakan ke dalam).[5] Artinya, pandangan Mcluhan terhadap teknologi internet
ini adalah optimis, meskipun ia memberikan catatan kritis: Media elektronik
telah mengarahkan suatu fase dari Gutenberg galaxy ke electronic tribalism.
Sumber lebih
lengkapnya silahkan kunjungi :
http://belajarjarlan.blogspot.co.id/2012/06/global-village.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar